Ketika menikah di bulan Juli 2008, saya terus terang tidak terlalu ngebet punya anak cepet, namun begitu sudah ikut suami
Makanya, begitu menjelan 2 atau 3 bulan bermukim di sana, mulai niatlah kami merencanakan untuk punya anak. Namun, awal niatan ini tidak diawali dengan jalan yang mulus. Saya terdeteksi hamil 3 kali namun anak saya baru 2 :)
Disinilah saya akan berbagi kisah saya,
Kehamilan pertama: Kehamilan 1 hari
Karena sudah menanti untuk hamil maka setiap kali hampir datangnya waktu datang bulan saya selalu berharap cemas tak menginginkan "dia" datang. Benar saja di bulan Desember 2008, saya tidak datang bulan. Buru-buru saya beli tespack, namun sayangnya hasilnya negatif. Saya kecewa namun tak bisa berbuat banyak. Tepat setelahnya saya pulang kampung ke Indonesia karena ada acara. Sampai di Bandung masih punya perasaan kalau diri ini sedang mengandung karena haid tak kunjung datang. Selain itu, badan terasa tak nyaman, seperti ada yang menusuk-nusuk di perut bagian bawah.
Untuk memuaskan penasaran, akhirnya pergilah saya ke dokter kenalan keluarga. Di sana, saya kembali disuruh periksa dengan menggunakan testpack. Tapi sesaat sebelum hendak mengetes, saya melihat bercak di pakaian dalam. Kaget bukan main! Tapi masih juga penasaran. Dan hasilnya testpack tadi POSITIV.
Dokter pun mengiyakan ada segumpal kantung janin yang dapat dideteksi lewat pemeriksaan USG, namun apa daya sudah ada bercak keluar dari kandungan ini. Dokter pun memberikan resep obat penguat. Sepulangnya dari dokter, saya benar-benar pendarahan, banyak sekali, nyaris sama dengan darah haid pada hari derasnya.
Malam itu saya sedih sekali namun tak berani memakan obat penguat tadi. Perasaan saya mengatakan tak ada lagi apapun di dalam perut ini. Yang anehnya setelah pendarahan, saya tak merasakan sakit apapun. Oleh karena itu, malam itu dalam keadaan sedih saya memilih untuk di rumah dan esok harinya kembali ke dokter.
Keesokan harinya, dokter mengkonfirmasi tak ada lagi janin atau apapun di kandungan saya. Semuanya bagai mimpi yang kemudian terbangun sangat awal.
Kehamilan kedua: Kehamilan dengan penuh hati-hati
Meskipun sedih namun niatan untuk bisa hamil secepatnya tak pernah surut. Dokter di Indonesia sebenarnya tidak menganjurkan saya buat hamil dalam waktu dekat, namun saya membandel. Saya merasa tak perlu kami menunda dengan kontrasepsi atau sejenisnya, "Kalau memang yang terbaik, maka Allah SWT akan berikan saya anak itu secepatnya."
Benar saja, Alhamdulillah, setelah keguguran saya tak pernah haid kembali, alias langsung hamil kembali.
Kali ini kami berkonsultasi dengan seorang dokter kandungan di Kuala Lumpur, dokter Seri Suniza.
Dengan pengalaman yang kurang baik di kehamilan sebelumnya membuat hamil kali ini dimanjakan. Ibu saja pun di datangkan dari Bandung ketika tahu positif. Ada ibu di rumah, saya hanya tidur dan makan. Sering pusing, mual dan malas bergerak.
Kalau bangun, kerjaan hanya makan cemilan sambil menonton serial CSI. Mau bepergian pun penuh kuatir takut badan tak kuat.
Saya punya satu cerita yang menegangkan buat saya kala itu (meski sekarang menjadi cerita yang lucu juga kalau diingat). Suatu siang saya pergi ke supermarket, TESCO, bersama ibu untuk berbelanja. Bagian daging dan ikan segar tidak menjadi favorit saja kala sedang hamil ini. Saya memilih untuk menunggu di sudut lorong yang tak jauh dari bagian itu. Entah mengapa tiba-tiba badan saja menjadi sangat ringan, mata berkelabut dan kepala menjadi berat. Sesaat saya kehilangan kesadaran, PINGSAN! Ketika sadar saya sudah terduduk dan kepala sedikit benjol karena terhantuk pegangan troli yang saya pegang.
Kontan ada seorang wanita hamil pingsan bikin heboh seisi toko dan suami yang langsung meluncur dengan taxi ke TKP. Untungnya, kata dokter saya dan calon bayi tak ada apa2, mungkin saat itu tiba-tiba saja tekanan darah saya turun dan akhirnya pingsan.
Sudah bisa dibayangkan, sejak saat itu makin saya seperti pingitan di rumah yang tidak boleh menyetir atau bepergian sendirian.
Pengalaman tak kalah seru adalah ketika saya sakit gigi. Sangat sakit karena gigi geraham belakang saya yang ternyata mau tumbuh namun tak sempurna. Saking sakitnya saya nekad kala itu minta dokternya untuk cabut saja gigi itu, dokter menyanggupi, meski akibat anastesinya membuat saya sariawan besar sampai tak bisa makan.
Saking manja dan dimanjakan, ketika akan lahiran pun saja dipulankan ke Indonesia :) Selain alasan itu, kebetulan anak dalam kandungan ini adalah cucu pertama dari kedua belah pihak, sehingga semua ingin ikut serta menunggui lahirnya.
bermukim di Kuala Lumpur, Malaysia dan resmi pensiun dini dari rutinitas kantoran nyatanya sepi juga ketika siang hari sendirian di rumah. Sebagai pengantin dan penghuni di wilayah baru, tak banyak juga hal yang bisa dilakukan kecuali hanya nonton tivi di rumah. Makanya, begitu menjelan 2 atau 3 bulan bermukim di sana, mulai niatlah kami merencanakan untuk punya anak. Namun, awal niatan ini tidak diawali dengan jalan yang mulus. Saya terdeteksi hamil 3 kali namun anak saya baru 2 :)
Disinilah saya akan berbagi kisah saya,
Kehamilan pertama: Kehamilan 1 hari
Karena sudah menanti untuk hamil maka setiap kali hampir datangnya waktu datang bulan saya selalu berharap cemas tak menginginkan "dia" datang. Benar saja di bulan Desember 2008, saya tidak datang bulan. Buru-buru saya beli tespack, namun sayangnya hasilnya negatif. Saya kecewa namun tak bisa berbuat banyak. Tepat setelahnya saya pulang kampung ke Indonesia karena ada acara. Sampai di Bandung masih punya perasaan kalau diri ini sedang mengandung karena haid tak kunjung datang. Selain itu, badan terasa tak nyaman, seperti ada yang menusuk-nusuk di perut bagian bawah.
Untuk memuaskan penasaran, akhirnya pergilah saya ke dokter kenalan keluarga. Di sana, saya kembali disuruh periksa dengan menggunakan testpack. Tapi sesaat sebelum hendak mengetes, saya melihat bercak di pakaian dalam. Kaget bukan main! Tapi masih juga penasaran. Dan hasilnya testpack tadi POSITIV.
Dokter pun mengiyakan ada segumpal kantung janin yang dapat dideteksi lewat pemeriksaan USG, namun apa daya sudah ada bercak keluar dari kandungan ini. Dokter pun memberikan resep obat penguat. Sepulangnya dari dokter, saya benar-benar pendarahan, banyak sekali, nyaris sama dengan darah haid pada hari derasnya.
Malam itu saya sedih sekali namun tak berani memakan obat penguat tadi. Perasaan saya mengatakan tak ada lagi apapun di dalam perut ini. Yang anehnya setelah pendarahan, saya tak merasakan sakit apapun. Oleh karena itu, malam itu dalam keadaan sedih saya memilih untuk di rumah dan esok harinya kembali ke dokter.
Keesokan harinya, dokter mengkonfirmasi tak ada lagi janin atau apapun di kandungan saya. Semuanya bagai mimpi yang kemudian terbangun sangat awal.
Kehamilan kedua: Kehamilan dengan penuh hati-hati
Meskipun sedih namun niatan untuk bisa hamil secepatnya tak pernah surut. Dokter di Indonesia sebenarnya tidak menganjurkan saya buat hamil dalam waktu dekat, namun saya membandel. Saya merasa tak perlu kami menunda dengan kontrasepsi atau sejenisnya, "Kalau memang yang terbaik, maka Allah SWT akan berikan saya anak itu secepatnya."
Benar saja, Alhamdulillah, setelah keguguran saya tak pernah haid kembali, alias langsung hamil kembali.
Kali ini kami berkonsultasi dengan seorang dokter kandungan di Kuala Lumpur, dokter Seri Suniza.
Dengan pengalaman yang kurang baik di kehamilan sebelumnya membuat hamil kali ini dimanjakan. Ibu saja pun di datangkan dari Bandung ketika tahu positif. Ada ibu di rumah, saya hanya tidur dan makan. Sering pusing, mual dan malas bergerak.
Kalau bangun, kerjaan hanya makan cemilan sambil menonton serial CSI. Mau bepergian pun penuh kuatir takut badan tak kuat.
Saya punya satu cerita yang menegangkan buat saya kala itu (meski sekarang menjadi cerita yang lucu juga kalau diingat). Suatu siang saya pergi ke supermarket, TESCO, bersama ibu untuk berbelanja. Bagian daging dan ikan segar tidak menjadi favorit saja kala sedang hamil ini. Saya memilih untuk menunggu di sudut lorong yang tak jauh dari bagian itu. Entah mengapa tiba-tiba badan saja menjadi sangat ringan, mata berkelabut dan kepala menjadi berat. Sesaat saya kehilangan kesadaran, PINGSAN! Ketika sadar saya sudah terduduk dan kepala sedikit benjol karena terhantuk pegangan troli yang saya pegang.
Kontan ada seorang wanita hamil pingsan bikin heboh seisi toko dan suami yang langsung meluncur dengan taxi ke TKP. Untungnya, kata dokter saya dan calon bayi tak ada apa2, mungkin saat itu tiba-tiba saja tekanan darah saya turun dan akhirnya pingsan.
Sudah bisa dibayangkan, sejak saat itu makin saya seperti pingitan di rumah yang tidak boleh menyetir atau bepergian sendirian.
Pengalaman tak kalah seru adalah ketika saya sakit gigi. Sangat sakit karena gigi geraham belakang saya yang ternyata mau tumbuh namun tak sempurna. Saking sakitnya saya nekad kala itu minta dokternya untuk cabut saja gigi itu, dokter menyanggupi, meski akibat anastesinya membuat saya sariawan besar sampai tak bisa makan.
Saking manja dan dimanjakan, ketika akan lahiran pun saja dipulankan ke Indonesia :) Selain alasan itu, kebetulan anak dalam kandungan ini adalah cucu pertama dari kedua belah pihak, sehingga semua ingin ikut serta menunggui lahirnya.
Kehamilan Ketiga: Penuh petualangan
Meski toh, kehamilan sebelumnya penuh intrik, tetap saja tak jera untuk hamil kembali. Kali ini di tahun 2012 setelah lepas KB Alhamdulillah langsung saya hamil kembali. Karena anak kami yang pertama lelaki, maka kami ikhtiar tak makan daging merah selama kurang lebih 4-6 bulan sebelum hamil. Katanya sih, kalau ingin anak perempuan sang bapak harus puasa makan daging merah. Tapi kali ini saya ikutan bersama suami tak makan dengan alasan solider :)
Awalnya saya berniat hamil kembali saat Hito, anak pertama kami sudah berusia 3 tahun, namun masih awal tahun pun saya sudah merasa Hito sudah besar dan mudah ditanggani, bapaknya pun masih bersekolah s2 kala itu sehingga kami tak mungkin pindah dalam waktu dekat.
Namun manusia hanya berencana namun Allah SWT juga yang memutuskan.
Baiklah, awal kehamilan saya sudah repot karena dokter saya jaman Hito dahulu sudah sangat penuh pasien. Sebelum 8 minggu dia tak menerima kita jadi pasiennya. Sedangkan saya pada waktu itu perlu tahu pasti karena saya perlu rujukan ke dokter gigi. Ya, gigi saja dicabut kembali setahun sebelumnya dan harus dilakukan proses cukup rumit untuk menyambung bagiannya yang bolong tersebut. Karena hamil, akhirnya proses dengan dokter gigi pun batal.
Beberapa bulan sebelum hamil, suami pernah mengelontorkan isu akan disuruh dinas ke Tokyo, Jepang. Biasanya, kalau ada sehat dan rejeki, saya dan Hito bisa ikut numpang tidur di kala bapaknya bepergian untuk pekerjaan ke negara lain. Kali ini ke Jepang, negara yang baru bagi saya. Tentunya saya ingin ikut meski agak takut juga. Dokter mengatakan silahkan, namun tidak bertanggungjawab kalau terjadi sesuatu. Kala itu masuk usia kehamilan 11 mingguan akhirnya saya ikut pergi juga. Sengaja handphone dimatikan saat hari keberangkatan, karena saya memang tak mengabarkan mau pergi ke keluarga di Bandung. Alasannya jelas, takut dilarang! Baru setelah sampai saya mengabari sudah di Jepang dan tak akan mungkin disuruh pulang. Meski demikian, saya sangat menjaga makanan, tidak makan sushi atau sejenis apapun yang mentah dan aktifitas jalan pun terbatas, banyak kuil disertai tangga yang tak kami kunjungi. Saya membawa buku panduan travel Jepang yang sederhana namun maksimal sebagai panduan kami bepergian.
Sesampainya kembali ke Kuala Lumpur, bapaknya anak-anak kembali harus bepergian. Karena sedang hamil, orang tua suami dimintakan tolong menemani saya dan Hito di rumah. Saya yang tak merasa kehamilan ini memusingkan tidak juga keberatan kalau ditemani.
Tidak terasa spesial kalau kehamilan kali ini pun tak ada drama. Saya kembali PINGSAN! Ya, saat itu minggu siang dan kami jalan ke mall KLCC, sama sekali tak ada bau, luas dan banyak yang dilihat. Tiba-tiba saja kembali badan terasa melayang dan mata berkunang-kunang. Kali ini saya menimpa ibu mertua :( Begitu saya sadar, keduanya sudah kalang kabut dibantu dengan beberapa pelayan. Memang sudah jam makan siang, namun tidak juga begitu terlambat. Saya tidak merasa ada sesuatu yang salah dengan janinnya maka itu kami memilih mendiamkan dan observasi keadaan setelahnya di rumah.
Setelah mengalami pingsan kembali, saya jadi flashback pengalaman saya jalan-jalan hamil di Jepang kemarin. Alhamdulillah sekali saya sehat dan tak merasakan keluhan apa pun. Malah di Tokyo, masih bisa dan sempat mendorong kereta bayi jalan-jalan di Tokyo hanya berdua Hito.
"Mungkin bayinya benar perempuan nih?"
Meski toh, kehamilan sebelumnya penuh intrik, tetap saja tak jera untuk hamil kembali. Kali ini di tahun 2012 setelah lepas KB Alhamdulillah langsung saya hamil kembali. Karena anak kami yang pertama lelaki, maka kami ikhtiar tak makan daging merah selama kurang lebih 4-6 bulan sebelum hamil. Katanya sih, kalau ingin anak perempuan sang bapak harus puasa makan daging merah. Tapi kali ini saya ikutan bersama suami tak makan dengan alasan solider :)
Awalnya saya berniat hamil kembali saat Hito, anak pertama kami sudah berusia 3 tahun, namun masih awal tahun pun saya sudah merasa Hito sudah besar dan mudah ditanggani, bapaknya pun masih bersekolah s2 kala itu sehingga kami tak mungkin pindah dalam waktu dekat.
Namun manusia hanya berencana namun Allah SWT juga yang memutuskan.
Baiklah, awal kehamilan saya sudah repot karena dokter saya jaman Hito dahulu sudah sangat penuh pasien. Sebelum 8 minggu dia tak menerima kita jadi pasiennya. Sedangkan saya pada waktu itu perlu tahu pasti karena saya perlu rujukan ke dokter gigi. Ya, gigi saja dicabut kembali setahun sebelumnya dan harus dilakukan proses cukup rumit untuk menyambung bagiannya yang bolong tersebut. Karena hamil, akhirnya proses dengan dokter gigi pun batal.
Beberapa bulan sebelum hamil, suami pernah mengelontorkan isu akan disuruh dinas ke Tokyo, Jepang. Biasanya, kalau ada sehat dan rejeki, saya dan Hito bisa ikut numpang tidur di kala bapaknya bepergian untuk pekerjaan ke negara lain. Kali ini ke Jepang, negara yang baru bagi saya. Tentunya saya ingin ikut meski agak takut juga. Dokter mengatakan silahkan, namun tidak bertanggungjawab kalau terjadi sesuatu. Kala itu masuk usia kehamilan 11 mingguan akhirnya saya ikut pergi juga. Sengaja handphone dimatikan saat hari keberangkatan, karena saya memang tak mengabarkan mau pergi ke keluarga di Bandung. Alasannya jelas, takut dilarang! Baru setelah sampai saya mengabari sudah di Jepang dan tak akan mungkin disuruh pulang. Meski demikian, saya sangat menjaga makanan, tidak makan sushi atau sejenis apapun yang mentah dan aktifitas jalan pun terbatas, banyak kuil disertai tangga yang tak kami kunjungi. Saya membawa buku panduan travel Jepang yang sederhana namun maksimal sebagai panduan kami bepergian.
Sesampainya kembali ke Kuala Lumpur, bapaknya anak-anak kembali harus bepergian. Karena sedang hamil, orang tua suami dimintakan tolong menemani saya dan Hito di rumah. Saya yang tak merasa kehamilan ini memusingkan tidak juga keberatan kalau ditemani.
Tidak terasa spesial kalau kehamilan kali ini pun tak ada drama. Saya kembali PINGSAN! Ya, saat itu minggu siang dan kami jalan ke mall KLCC, sama sekali tak ada bau, luas dan banyak yang dilihat. Tiba-tiba saja kembali badan terasa melayang dan mata berkunang-kunang. Kali ini saya menimpa ibu mertua :( Begitu saya sadar, keduanya sudah kalang kabut dibantu dengan beberapa pelayan. Memang sudah jam makan siang, namun tidak juga begitu terlambat. Saya tidak merasa ada sesuatu yang salah dengan janinnya maka itu kami memilih mendiamkan dan observasi keadaan setelahnya di rumah.
Setelah mengalami pingsan kembali, saya jadi flashback pengalaman saya jalan-jalan hamil di Jepang kemarin. Alhamdulillah sekali saya sehat dan tak merasakan keluhan apa pun. Malah di Tokyo, masih bisa dan sempat mendorong kereta bayi jalan-jalan di Tokyo hanya berdua Hito.
"Mungkin bayinya benar perempuan nih?"
Masih kurang seru tampaknya hamil kedua ini :D
Sekitar akhir Agustus 2012, hampir memasuki trimester terakhir, suami mengabarkan bahwa kami akan pindah selepas saya melahirkan. Tak tanggung tujuan negara kali ini Jerman. Karena segera bayi lahir dan kami pindah, maka proses bungkus barang sudah dimulai mulai bulan September. Saya dibantu orang tua dan seorang ART mulai memilah barang yang tidak digunakan. Kami memang tak punya furnitur, namun barang kecil yang berhamburan ternyata sangat banyak.
Karena pada dasarnya kehamilan kali ini tak membuat aktifitas saya berubah meskipun sudah ada 1 anak.
Sekitar akhir Agustus 2012, hampir memasuki trimester terakhir, suami mengabarkan bahwa kami akan pindah selepas saya melahirkan. Tak tanggung tujuan negara kali ini Jerman. Karena segera bayi lahir dan kami pindah, maka proses bungkus barang sudah dimulai mulai bulan September. Saya dibantu orang tua dan seorang ART mulai memilah barang yang tidak digunakan. Kami memang tak punya furnitur, namun barang kecil yang berhamburan ternyata sangat banyak.
Karena pada dasarnya kehamilan kali ini tak membuat aktifitas saya berubah meskipun sudah ada 1 anak.
Dan inilah saya saat ini yang kembali akan mengembara ke tempat lain, InsyaAllah. Kali ini saya tidak berkesempatan hamil di Jerman. Siapa tahu di tempat kami yang baru saya akan dapat pengalaman kehamilan yang berbeda. Apapun pengalamannya, saya tahu bahwa beruntunglah saya sebagai wanita, diciptakan dengan segala kelupaannya, "Meski hamil itu susah dan sakit namun tak jera untuk kembali menjalaninya" :)
Tulisan ini diikut sertakan dalam lomba menulis yang diselenggarakan oleh NUK