Jika matahari sudah mulai bersahabat, aktifitas outdoor, alias di luar rumah, sudah jadi pilihan. Maklum saja, setelah kurang lebih 4-6 bulan minim matahari dan dingin sehingga banyak aktifitas hanya di rumah atau ruangan. Seperti saat itu, sebelum pergi meninggalkan Aachen, kami punya kesempatan lebih lama menikmati matahari di bulan Mei 2015.
Salah satu aktifitas yang sering jadi pilihan adalah Grillen, piknik dengan menu daging yang dibakar di atas bara api. Peserta membawa alat pembakaran (grill) dan bahan makanan segala yang bisa dibakar, seperti sosis, irisan daging, ayam bakar, chiken wings, sate, bahkan bisa juga sayur-sayuran, semacam terong, paprika, brokoli, asparagus dan masih banyak lagi. Menu lain seperti salad, kue, buah dan minuman ringan sebagai pelengkap pun tak lupa disiapkan.
Konsepnya memasak dan makan dilakukan bersama. Yang tidak kebagian tugas membakar bisa santai duduk-duduk di tikar sambil bersenda gurau. Suasana yang dibangun santai dan kekeluargaan. Masing-masing peserta membawa bahan makanan untuk saling sumbang (botram).
Salah satu aktifitas yang sering jadi pilihan adalah Grillen, piknik dengan menu daging yang dibakar di atas bara api. Peserta membawa alat pembakaran (grill) dan bahan makanan segala yang bisa dibakar, seperti sosis, irisan daging, ayam bakar, chiken wings, sate, bahkan bisa juga sayur-sayuran, semacam terong, paprika, brokoli, asparagus dan masih banyak lagi. Menu lain seperti salad, kue, buah dan minuman ringan sebagai pelengkap pun tak lupa disiapkan.
Konsepnya memasak dan makan dilakukan bersama. Yang tidak kebagian tugas membakar bisa santai duduk-duduk di tikar sambil bersenda gurau. Suasana yang dibangun santai dan kekeluargaan. Masing-masing peserta membawa bahan makanan untuk saling sumbang (botram).
Tahun lalu, kami sekeluarga pernah Grillen di salah satu rumah teman kantor Bapak. Rumahnya cocok digunakan untuk bakar-bakar karena terletak di lantai dasar dan memiliki taman belakang yang cukup luas. Anak-anak pun bisa membawa bola dan mainan outdoor. Orang dewasa pun bermain salah satu permainan yang saya lupa namanya namun mirip dengan patuk lele kalau di Indonesia.
Susahnya, kala itu kolega kami semua non-muslim. Mereka sebenarnya paham bahwa kami tidak mengkonsumsi babi dan menyediakan ayam dan daging sapi, namun tempat membakarnya hanya 1, jadilah kami pun menyediakan daging dan pembakaran sekali pakai terpisah. Pembakaran sekali pakai (disposible grill) cukup mudah didapat di toko kelontong yang ada di Aachen. Wadah pembakaran dilengkapi dengan arang maka jadi mudahlah proses membakar meskipun kapasitas yang dibakar terbatas.
Karena dari itu kami penasaran banget untuk ikutan grillen bersama orang Indonesia yang kebetulan muslim semua. Dari sekian banyak makanan kami bisa makan semua, aka. rakus! hehehe
Sempat ada beberapa kali grillen sebelumnya kami tak bisa hadir. Pernah juga piknik bareng di taman dan makanan botram, tetapi di sana tak bisa grillen karena memang taman tempat piknik tidak memperbolehkan. Jadilah grillen kali ini menjadi sangat kami tunggu dan menjadi moment terakhir grillen kami sebelum pindahan.
Susahnya, kala itu kolega kami semua non-muslim. Mereka sebenarnya paham bahwa kami tidak mengkonsumsi babi dan menyediakan ayam dan daging sapi, namun tempat membakarnya hanya 1, jadilah kami pun menyediakan daging dan pembakaran sekali pakai terpisah. Pembakaran sekali pakai (disposible grill) cukup mudah didapat di toko kelontong yang ada di Aachen. Wadah pembakaran dilengkapi dengan arang maka jadi mudahlah proses membakar meskipun kapasitas yang dibakar terbatas.
Karena dari itu kami penasaran banget untuk ikutan grillen bersama orang Indonesia yang kebetulan muslim semua. Dari sekian banyak makanan kami bisa makan semua, aka. rakus! hehehe
Sempat ada beberapa kali grillen sebelumnya kami tak bisa hadir. Pernah juga piknik bareng di taman dan makanan botram, tetapi di sana tak bisa grillen karena memang taman tempat piknik tidak memperbolehkan. Jadilah grillen kali ini menjadi sangat kami tunggu dan menjadi moment terakhir grillen kami sebelum pindahan.
Sejak sehari sebelumnya, Ibu sudah memotong daging ayam fillet, dibumbui dan didiamkan dengan bumbunya di kulkas supaya meresap.
Resep sate Ibu sederhana tapi Hito dan Giska sangat suka. Cukup merendam daging dengan ketumbar bubuk, bawang merah diiris, garam, gula, kecap manis dan air perasan jeruk nipis. Setelah itu pagi hari sebelum grillen, daging ditusuk-tusuk hingga menjadi sate. Air sisa resapan biasanya digunakan sebagai bahan bikin bumbu sate, tinggal ditambahkan irisan bawang merah yang ditumis lalu air dan kacang tanah bubuk. Semua bahan ditakar secukupnya sesuai selera.
Kami memilih grillen sore hari karena kebanyakan ibu-ibu bebas setelah menjemput anak sekolah namun tak ingin pulang terlalu malam. Semua partisipasi membawa makanan, sedangkan grillen dan alat makan sudah tersedia di tempat. Kali ini kami memilih di kafe Mundo, sebuah kafe di kantor sosial Aachen. Mereka punya konsep ramah lingkungan jadi penggunaan alat makan sekali pakai di sana dilarang.
Kedatangan beberapa kawan mahasiswa membantu bakar-bakar juga memudahkan ibu-ibu yang relatif masih amatir pegang kipas dan arang hehehe Namun demikian, penasaran juga memegang kipas dan berdiri dekat pembakaran menunggu dagingnya matang. Bau pembakaran melekat di badan dan mata lama kelamaan pedih karena asap, tapi keceriaan tidak berkurang.
Saat yang paling ditunggu setelah membakar adalah makan. Lelah, bau dan lamanya menunggu semua bahan makanan dibakar hilang saat makan dimulai. Semua santai dan senang menikmati makanan yang disajikan.
Resep sate Ibu sederhana tapi Hito dan Giska sangat suka. Cukup merendam daging dengan ketumbar bubuk, bawang merah diiris, garam, gula, kecap manis dan air perasan jeruk nipis. Setelah itu pagi hari sebelum grillen, daging ditusuk-tusuk hingga menjadi sate. Air sisa resapan biasanya digunakan sebagai bahan bikin bumbu sate, tinggal ditambahkan irisan bawang merah yang ditumis lalu air dan kacang tanah bubuk. Semua bahan ditakar secukupnya sesuai selera.
Kami memilih grillen sore hari karena kebanyakan ibu-ibu bebas setelah menjemput anak sekolah namun tak ingin pulang terlalu malam. Semua partisipasi membawa makanan, sedangkan grillen dan alat makan sudah tersedia di tempat. Kali ini kami memilih di kafe Mundo, sebuah kafe di kantor sosial Aachen. Mereka punya konsep ramah lingkungan jadi penggunaan alat makan sekali pakai di sana dilarang.
Kedatangan beberapa kawan mahasiswa membantu bakar-bakar juga memudahkan ibu-ibu yang relatif masih amatir pegang kipas dan arang hehehe Namun demikian, penasaran juga memegang kipas dan berdiri dekat pembakaran menunggu dagingnya matang. Bau pembakaran melekat di badan dan mata lama kelamaan pedih karena asap, tapi keceriaan tidak berkurang.
Saat yang paling ditunggu setelah membakar adalah makan. Lelah, bau dan lamanya menunggu semua bahan makanan dibakar hilang saat makan dimulai. Semua santai dan senang menikmati makanan yang disajikan.
Satu hal yang patut dicontoh dari budaya grillen ini adalah kebersihan setelah acara.
Dimana pun grillen dilakukan selalu semua peserta membersihkan perlengkapan dan sampah hingga tempat tampak seperti semula. Sampah bekas pembakaran pun ditanam supaya tidak merusak lingkungan.
Masih ingin melakukannya lagi suatu hari? Tentu saja! Babakaran ala jerman, sederhana dan bersahabat, tidak hanya kepada manusia namun juga lingkungan.
Dimana pun grillen dilakukan selalu semua peserta membersihkan perlengkapan dan sampah hingga tempat tampak seperti semula. Sampah bekas pembakaran pun ditanam supaya tidak merusak lingkungan.
Masih ingin melakukannya lagi suatu hari? Tentu saja! Babakaran ala jerman, sederhana dan bersahabat, tidak hanya kepada manusia namun juga lingkungan.