Akhir tahun 2013, Hito sudah akrab dengan beberapa kawan dan ibu pun jadi akrab juga dengan orang tuanya. Salah satu kegiatan selepas sekolah adalah playdate dengan kawannya. Yang paling dekat dan sering kala itu adalah main ke rumah Peter yang rumahnya hanya berjarak 2 rumah dari sekolah. Ibunya, Ivy, berkebangsaan China dan bapaknya Tomas, berkebangsaan Denmark. Karena merasa sama-sama dari Asia dan bahasa pengantarnya Inggris, jadilah kami dekat. Ivy pun orangnya rame dan menyenangkan. Dialah yang mengenalkan Hito dengan Bambini.
Bambini, sebuah klub sepak bola anak yang usianya kira-kira 4-6 tahun. Jadwal latihannya sejam seminggu sekali di sore hari kamis. Dibimbing oleh seorang pelatih perempuan yang masih muda, Natascha, usianya mahasiswi lah kalau tebakan ibu. Hito tergabung di klub bola Blau-Weis. Klub ini memiliki kantor, kantin, gudang, beberapa lapangan indoor, tempat mandi, 2 lapangan bola, besar dan kecil, dan running track. Untuk kategori klub wilayah buat ibu semua fungsinya lengkap dan tempatnya besar. Tampaknya klub berfungsi sebagai pusat kegiatan pemuda sekitar tempat tinggal kami. Beragam olah raga, dari mulai American Footbal, bola tangan, sepak bola dipelajari. Ada juga arena bermain skate board dan barbeque area. Kala piala dunia 2014, di babak-babak akhir selalu ada layar lebar dan makanan untuk warga yang ingin nonton bareng. Bukan main meriahnya lagi ketika akhirnya Jerman jadi juaranya.
Ibu tidak paham betul dari mana pendanaan klub dan lapangan ini. Yang pasti anak-anak yang ikutan klub dibebani biaya yang sangat murah. Keanggotaan hito saja hanya dipungut bayaran 9€ per bulannya. Kalau salah satu temen Indonesia sih membandingkan biaya segitu murah dibandingkan dengan ikutan klub bola di Indonesia. Bener pa ga ya? Tapi dengan sistem bermain 4 kali seminggu dan sejam per datang, Hito sudah cukup puas. Selain itu, klub ini seperti klub sosial, kenapa? Sebagai contoh penjaga kantin di klub. Kantin sederhana yang menyediakan kopi atau teh seharga 1€ dan permen-permen 50 cent ini dijaga oleh para kakek dan nenek yang bekerja sukarela. Katanya sih, "itung-itung mencari kegiatan di hari tua." Kalau ada barbeque pun tampaknya setiap keluarga yang datang botram, membawa makanan untuk dimakan bersama di lapang.
Bambini, sebuah klub sepak bola anak yang usianya kira-kira 4-6 tahun. Jadwal latihannya sejam seminggu sekali di sore hari kamis. Dibimbing oleh seorang pelatih perempuan yang masih muda, Natascha, usianya mahasiswi lah kalau tebakan ibu. Hito tergabung di klub bola Blau-Weis. Klub ini memiliki kantor, kantin, gudang, beberapa lapangan indoor, tempat mandi, 2 lapangan bola, besar dan kecil, dan running track. Untuk kategori klub wilayah buat ibu semua fungsinya lengkap dan tempatnya besar. Tampaknya klub berfungsi sebagai pusat kegiatan pemuda sekitar tempat tinggal kami. Beragam olah raga, dari mulai American Footbal, bola tangan, sepak bola dipelajari. Ada juga arena bermain skate board dan barbeque area. Kala piala dunia 2014, di babak-babak akhir selalu ada layar lebar dan makanan untuk warga yang ingin nonton bareng. Bukan main meriahnya lagi ketika akhirnya Jerman jadi juaranya.
Ibu tidak paham betul dari mana pendanaan klub dan lapangan ini. Yang pasti anak-anak yang ikutan klub dibebani biaya yang sangat murah. Keanggotaan hito saja hanya dipungut bayaran 9€ per bulannya. Kalau salah satu temen Indonesia sih membandingkan biaya segitu murah dibandingkan dengan ikutan klub bola di Indonesia. Bener pa ga ya? Tapi dengan sistem bermain 4 kali seminggu dan sejam per datang, Hito sudah cukup puas. Selain itu, klub ini seperti klub sosial, kenapa? Sebagai contoh penjaga kantin di klub. Kantin sederhana yang menyediakan kopi atau teh seharga 1€ dan permen-permen 50 cent ini dijaga oleh para kakek dan nenek yang bekerja sukarela. Katanya sih, "itung-itung mencari kegiatan di hari tua." Kalau ada barbeque pun tampaknya setiap keluarga yang datang botram, membawa makanan untuk dimakan bersama di lapang.
Tidak selalu latihan di lapangan terbuka semacam ini. Kalau sedang Winter, sekitar bulan November - Maret, latihan akan pindah ke indoor. Mereka menyewa salah satu aula olahraga sekolah dasar dekat rumah. Menunggu di dalam sebenarnya lebih enak buat ibu, selain itu jarak dari rumah ke aula lebih dekat daripada ke lapangan hehehe.
Percuma latihan kalau tidak pernak diadu. Lumayan sering juga, terutama di musim semi-panas ada pertandingan antar klub di Aachen, disebut Türnier. Pertandingannya berpindah sesuai dengan penyelenggara, waktunya saat weekend. Kalau tidak ada acara apa pun, Bapak atau Ibu mengantarkan Hito untuk tanding.
Dengan kebaikan tebengan dari Ivy, Hito, Ibu dan Giska bisa pergi ke Türnier terakhirnya hito di akhir bulan Mei 2015 lalu. Setiap ada undangan Türnier, semua orang tua akan mendapat email dan wajib mengkonfirmasi kalau hendak datang untuk didata. Pagi hari sebelum tanding, sebaiknya (aka.wajib) berkumpul di gerbang lapangan blau-weis untuk absen dan pergi bersama. Natascha tidak suka keterlambatan, bapak pun pernah sekali ditegur karena kami tidak paham aturan mainnya yang ditulis dengan bahasa Jerman ;p
Kalau buat klub dan pelatih Hito sendiri, Türnier tampaknya bukan ajang gereget harus menang. Memang ada teman-teman Hito yang tampak cemerlang bakatnya di bola, namun semua anak mendapat giliran main di lapang, meski bagus atau tidak. Natascha memberikan panduan kepada semua anak, tapi namanya anak kecil, mereka main sesukanya, ada yang serius ada yang tidak. Namun Natascha tidak pernah menampakan muka kesal atau marah. Teriakan suporter yang tak lain adalah orang tua meramaikan kala klub bermain. Atribut seragam tim dipinjamkan kala Türnier, jadi tidak memberatkan setiap pemain harus punya. Dikala perlu mereka bisa memakainya bergantian. Sejauh Hito ikut tanding, klubnya belum pernah juara, namun medali pun diperoleh sebagai peserta lomba. Biar tidak juara tetep dapat medali dan mereka bangga.
So, bertanding pun pastilah akan sangat menyenangkan dan ditunggu!
Percuma latihan kalau tidak pernak diadu. Lumayan sering juga, terutama di musim semi-panas ada pertandingan antar klub di Aachen, disebut Türnier. Pertandingannya berpindah sesuai dengan penyelenggara, waktunya saat weekend. Kalau tidak ada acara apa pun, Bapak atau Ibu mengantarkan Hito untuk tanding.
Dengan kebaikan tebengan dari Ivy, Hito, Ibu dan Giska bisa pergi ke Türnier terakhirnya hito di akhir bulan Mei 2015 lalu. Setiap ada undangan Türnier, semua orang tua akan mendapat email dan wajib mengkonfirmasi kalau hendak datang untuk didata. Pagi hari sebelum tanding, sebaiknya (aka.wajib) berkumpul di gerbang lapangan blau-weis untuk absen dan pergi bersama. Natascha tidak suka keterlambatan, bapak pun pernah sekali ditegur karena kami tidak paham aturan mainnya yang ditulis dengan bahasa Jerman ;p
Kalau buat klub dan pelatih Hito sendiri, Türnier tampaknya bukan ajang gereget harus menang. Memang ada teman-teman Hito yang tampak cemerlang bakatnya di bola, namun semua anak mendapat giliran main di lapang, meski bagus atau tidak. Natascha memberikan panduan kepada semua anak, tapi namanya anak kecil, mereka main sesukanya, ada yang serius ada yang tidak. Namun Natascha tidak pernah menampakan muka kesal atau marah. Teriakan suporter yang tak lain adalah orang tua meramaikan kala klub bermain. Atribut seragam tim dipinjamkan kala Türnier, jadi tidak memberatkan setiap pemain harus punya. Dikala perlu mereka bisa memakainya bergantian. Sejauh Hito ikut tanding, klubnya belum pernah juara, namun medali pun diperoleh sebagai peserta lomba. Biar tidak juara tetep dapat medali dan mereka bangga.
So, bertanding pun pastilah akan sangat menyenangkan dan ditunggu!