Segala kemudahan yang diberikan pemerintah sebenarnya hanya terganjal satu masalah, yaitu bahasa. Bahasa Jerman atau Deutsch digunakan sehari-hari dan celakanya banyak orang Jerman tidak berbahasa Inggris. Jadi, berbahasa Deutsch selayaknya jadi keharusan.
Bagi saya pendatang dengan visa ikut suami bekerja dikenakan visa khusus yang bebas dari kewajiban berbahasa Deutsch di awal datang. Namun, mereka memberikan saya kesempatan untuk ikut kursus dengan pembayaran yang dibantu pemerintah, disebut Integration Course.
Bagian pengurusan orang asing, auslanderamt, menawarkan kesempatan kursus ini kepada ibu setelah setahun tinggal di Aachen. Platform bantuannya adalah pembayaran sebesar 70% pemerintah dan sisanya dari kocek pribadi. Lama kursus dari kelas basic A1 sampai kelas B1 dan kemudian ada kelas pengetahuan umum Jerman. Semua kelas hingga selesai di totalkan selama 1.5-2 tahun (program santai) dan kurang dari setahun untuk yang akselerasi. Jika ibu menyelesaikan masa sekolah tadi sampai selesai dan ikut tes (meski tidak lulus -> kebangetan) maka uang yang tadi sudah disetor dari kocek pribadi akan balik 70%nya. Jadi, kalau ditotal sebenarnya ibu membayar sangat sedikit untuk kursus tersebut.
Yang lebih menyenangkan lagi, bisa dipilih dari sekian list sekolah bahasa yang memiliki tempat penitipan anak, kinderbetreuung, untuk yang belum sekolah. Untuk pemilihan sekolah ini harus sabar menunggu dimulainya kelas hingga jumlah muridnya terpenuhi sesuai kuota sekolah. Ibu menunggu kurang lebih 6 bulan dari booking kelas hingga mulai masuk.
Jadwal sekolah adalah jam 9 pagi hingga 12.15 dengan sekali istirahat jam 10.30 selama 15 menit. Karena tempatnya hanya beda lantai maka saat istirahat ibu bisa menengok Giska dan menyuapkan cemilan. Biasanya sepulang sekolah, sekitar pukul 12.15, Giska makan siang dulu sebelum naik bis pulang karena pasti pas naik bis capek berat dan tidur siang.
Meskipun dari latar belakang negara dan alasan datang ke Jerman, kami sekelas cukup kompak. Guru kami, Frau Elke Kasper pun sangat ramah dan open minded dengan keadaan yang berbeda, baik dari agama dan sosial budaya. Diskusi kami bisa beragam mengenai hal itu juga namun dengan suasana damai. Salah satu yang menarik dan mempererat kekeluargaan adalah moment makan pagi kesiangan di kelas. Masing-masing murid botram membawa makanan khas negaranya. Karena di kelas kebanyakan berbudaya arab dan sekitarnya tadi maka dominasi makanannya pun dari arab jerman (keju, roti dan yoguhrt). Saya dan seorang teman dari Pakistan membawa makanan nasi, nasi goreng dan nasi briyani. Sayangnya budaya makan nasi tidak terlalu familiar untuk mereka sehingga makanan kami yang melimpah tidak terlalu banyak disentuh.