Menjadi seorang Vorschukinder merupakan kebanggaan tersendiri buat Hito. Bayangkan saja setahun lalu dia menjadi salah satu anak tertua di kelas. Kelompok ini adalah kelompok anak-anak yang usianya kisaran 5-6 tahun yang tahun depan akan pindah ke SD. Mereka diberikan program khusus sebagai tahap persiapan masuk SD. Jangan dikira persiapannya berat, yang ibu amati setahun kemaren adalah bagaimana Hito menikmati setahun terakhir masa TKnya supaya berkesan dan siap menghadapi tantangan situasi belajar yang baru.
Sistem TK di Jerman yang sangat santai. Kalau Hito ditanya sepulang sekolah apa yang kamu lakukan tadi di sekolah, dia pasti akan menjawab, "Main!" Oleh karena itu, tahap Vorschukinder merupaka pemanasan untuk siap masuk SD. Hito dan kawannya sudah punya perencanaan program setiap minggunya, meliputi olahraga dan keterampilan tangan. Saat olehraga misalnya, mereka punya kesempatan menggunakan aula sebuah SD yang terdekat dan beradaptasi dengan fasilitasnya. Dan untuk keterampilan, misalnya keterampilan menggunakan pensil untuk menggambar kurva atau menulis nama sendiri yang bertujuan untuk melemaskan otot pergelangan tangan.
Dari yang kebiasaan bermain dan santai, hari pertama masuk SD dibuat menjadi hari yang sangat istimewa dan tidak terlupakan. Bagaimana tidak, di hari itu, orang tua dan nenek kakek boleh mengantar seorang anak ke kelasnya. Mereka akan bikin ceremoni sederhana dan bisa berfoto dengan keluarga. Di hari itu pun anak SD kelas 1 akan gembira membawa sebuah bingkisan semacam bungkus popcorn besar.
Sistem TK di Jerman yang sangat santai. Kalau Hito ditanya sepulang sekolah apa yang kamu lakukan tadi di sekolah, dia pasti akan menjawab, "Main!" Oleh karena itu, tahap Vorschukinder merupaka pemanasan untuk siap masuk SD. Hito dan kawannya sudah punya perencanaan program setiap minggunya, meliputi olahraga dan keterampilan tangan. Saat olehraga misalnya, mereka punya kesempatan menggunakan aula sebuah SD yang terdekat dan beradaptasi dengan fasilitasnya. Dan untuk keterampilan, misalnya keterampilan menggunakan pensil untuk menggambar kurva atau menulis nama sendiri yang bertujuan untuk melemaskan otot pergelangan tangan.
Dari yang kebiasaan bermain dan santai, hari pertama masuk SD dibuat menjadi hari yang sangat istimewa dan tidak terlupakan. Bagaimana tidak, di hari itu, orang tua dan nenek kakek boleh mengantar seorang anak ke kelasnya. Mereka akan bikin ceremoni sederhana dan bisa berfoto dengan keluarga. Di hari itu pun anak SD kelas 1 akan gembira membawa sebuah bingkisan semacam bungkus popcorn besar.
Bungkus popcorn ini dikenal dengan Tüten. Pasti setiap anak menenteng bingkisan semacam ini di tangannya. Orang tua mengisi bingkisan ini dengan alat tulis, permen atau coklat sebagai hadiah penyemangat sekolah. Mereka bangga saat terkejut melihat isi dari bingkisan ini.
Bingkisan ini dijual di toko-toko sekitar kota. Namun, sering kali di sekolah diadakan aktifitas membuat Tüten seperti ini untuk anak didampingi orang tua masing-masing. Seperti halnya di sekolah Hito. Saat terpasang daftar untuk hari membuat Tüten di papan, ibu pun langsung menuliskan nama Hito di hari yang lapang.
Sepulang sekolah hari Rabu jam 2, ibu membuking jadwal yang tersedia bersama beberapa orang teman vorschukinder yang lain. Setelah menjemput dan pamit dari kelas, kami disuruh ke suatu ruangan kelas besar di lantat lain. Disana sudah datang beberapa orang tua murid dan anaknya mulai bekerja. Ibu dan Hito diberi satu stasion meja sendiri untuk bekerja.
Dengan didampingi salah satu guru kelasnya, Hito memilih tema Tüten yang dipilih. Dia memilih Dragon, aka. Naga. Maklum saat itu sedang hotnya dia nonton How To Train Your Dragon. Kemudian Hito disuruh memilih warna Tütennya sendiri dan mulai membuat pola untuk si naga. Pola naganya sudah tersedia di sana. Begitu pun pola lain sesuai dengan keinginan anak. Jadi kami tinggal meminta sesuai keingin dan kemudian menambahkan atribut lain.
Hito menggunting dan menempelkan dibantu ibu. Ibu hanya bertugas sebagai asisten, menggunting sisa, lem panas, bikin pola huruf dan memastikan pekerjaannya rapi. Selebihnya Hito berkreasi sendiri. Namanya anak, ada saja yang memecah konsentrasi, seperti melihat pekerjaan orang lain, sibuk pamer pekerjaannya dan sebagainya. Namun, waktu 2 jam yang tak terasa akhirnya cukup untuk membuat 1 Tüten yang siap pakai di hari pertama masuk SD nanti :)
Oiya! Tidak lupa, sehabis kerja setiap anak dan orang tua membersihkan stasion kerjanya sendiri seperti sedia kala. Budaya yang baik bukan?!
Bingkisan ini dijual di toko-toko sekitar kota. Namun, sering kali di sekolah diadakan aktifitas membuat Tüten seperti ini untuk anak didampingi orang tua masing-masing. Seperti halnya di sekolah Hito. Saat terpasang daftar untuk hari membuat Tüten di papan, ibu pun langsung menuliskan nama Hito di hari yang lapang.
Sepulang sekolah hari Rabu jam 2, ibu membuking jadwal yang tersedia bersama beberapa orang teman vorschukinder yang lain. Setelah menjemput dan pamit dari kelas, kami disuruh ke suatu ruangan kelas besar di lantat lain. Disana sudah datang beberapa orang tua murid dan anaknya mulai bekerja. Ibu dan Hito diberi satu stasion meja sendiri untuk bekerja.
Dengan didampingi salah satu guru kelasnya, Hito memilih tema Tüten yang dipilih. Dia memilih Dragon, aka. Naga. Maklum saat itu sedang hotnya dia nonton How To Train Your Dragon. Kemudian Hito disuruh memilih warna Tütennya sendiri dan mulai membuat pola untuk si naga. Pola naganya sudah tersedia di sana. Begitu pun pola lain sesuai dengan keinginan anak. Jadi kami tinggal meminta sesuai keingin dan kemudian menambahkan atribut lain.
Hito menggunting dan menempelkan dibantu ibu. Ibu hanya bertugas sebagai asisten, menggunting sisa, lem panas, bikin pola huruf dan memastikan pekerjaannya rapi. Selebihnya Hito berkreasi sendiri. Namanya anak, ada saja yang memecah konsentrasi, seperti melihat pekerjaan orang lain, sibuk pamer pekerjaannya dan sebagainya. Namun, waktu 2 jam yang tak terasa akhirnya cukup untuk membuat 1 Tüten yang siap pakai di hari pertama masuk SD nanti :)
Oiya! Tidak lupa, sehabis kerja setiap anak dan orang tua membersihkan stasion kerjanya sendiri seperti sedia kala. Budaya yang baik bukan?!